Salam Para Pamirsa !!
Kali ini Angga akan
membagikan teori – teori tentang Puisi Bahasa Jawa (Geguritan Basa Jawa) !
Pasti ingin tahu kan,
apa itu Puisi Bahasa Jawa ? Kudu piye puisi Bahasa Jawa itu dan Carane mbuat ki
piye to ? Simak selengkapnya berikut ini, Cekidot !
A. Pengertian
Puisi Bahasa Jawa
Puisi
Bahasa Jawa adalah karya/karangan yang menggunakan bahasa kias dengan intonasi
dan pelafalan tertentu. Puisi Bahasa Jawa dalam konteks Bahasa Jawa disebut
Geguritan Basa Jawa. Kata Geguritan berasal dari Bahasa Jawa Tengahan yang
memiliki kata dasar “Gurit” yang
artinya tatanan, coretan, atau karya.
Unsur
– unsur puisi Bahasa Jawa :
1. Nada
Nada adalah suara yang akan
diekspresikan kepada pembaca. Nada bisa bermacam- macam, seperti menasihati
(nuturi), mengejek (nyindhir), iri hati (meri), sedih, kecewa (kuciwa), maupun
protes (berontak)
2. Suasana
Suasana batin pembaca setelah
membaca puisi.
3. Irama
Irama disebut sebagai ritme, yaitu
salah satu unsur yang saling berkesinambungan yang teratur.
4. Pilihan Kata (Pilihan Tembung)
Pilihan kata juga disebut diksi.
Untuk membuat puisi yang baik maka diperlukan pilihan kata yang baik pula. Diksi
dibagi menjadi :
-
Kata
Denotatif (Tembung teges/lugu)
Kata denotatif adalah kata yang menunjukkan barang
yang nyata (konkrit)
-
Kata Konotatif (Tembung Entar)
Kata konotatif maksudnya
kata yang mewujudkan barang yang bukan sebenarnya karena hanya bersifat kiasan/tak nyata
-
Perlambangan (Pralambang)
Perlambangan maksudnya melambangkan suatu benda
menjadi manusia attau barang lainnya. Perlambangan bisa berupa gambaran,
tindakan, maupun pikiran. Dalam gaya bahasa Perlambangan disebut dengan
personifikasi.
5. Purwakhanti
Purwakanthi berasal dari kata “purwa “ yang artinya awal dan “kanthi “ yang artinya berkesinambungan,
bergandengan. Secara istilah, purwakanthi
berarti berhubungan dengan awalnya. Pengertian purwakanthi adalah kata –
kata yang runtut dengan kata di belakangnya, baik dari sajak, kata, atau
penulisannya. Purwakanthi biasa ditemukan dalam ilmu Bahasa Jawa paribasan, bebasan, lan saloka (peribahasa,
perumpamaan), cangkriman lan wangsalan (tebak
– tebakan), dan parikan
Purwakanthi
digolongkan menjadi 3, yaitu:
a. Purwakanthi guru swara
Purwakanthi guru swara adalah kata –
kata yang berhubungan karena kesamaan pada suara akhir setiap kata (persajakan).
b. Purwakanthi Guru sastra
Purwakanthi guru sastra adalah kata
– kata yang berhubungan dan memiliki kesamaan pada penulisan huruf konsonannya.
Persamaan pada huruf konsonan bisa di huruf awal kata, akhir kata, maupun
kesemuanya.
c. Purwakanthi Lumaksita/Basa
Purwakanthi
Lumaksita adalah beberapa kalimat yang dirangkai tetapi kata terakhir kalimat
sebelumnya sama dengan kata pertama kalimat selanjutnya.
6. Guru lagu, guru wilangan, dan
guru gatra
a. Guru lagu
Guru lagu adalah suara pada akhir kata tiap larik/baris puisi
b. Guru wilangan
Guru wilangan adalah
jumlah suku kata (wanda) tiap larik/baris
puisi
c. Guru gatra
Guru gatra adalah
jumlah larik/baris tiap bait puisi
B. Jenis
– jenis puisi
o
Puisi Bahasa Jawa Lama (Gagrag Lawas)
Ciri – ciri :
-
Kebanyakan
dimulai dengan kata “sun” (sun =
saya, diri sendiri)
-
Terikat pada
jumlah larik (setiap bait harus sama jumlah lariknya)
-
Banyak
menggunakan bahasa kiasan dan bahasa Jawa Kuno
-
Isi puisi
masih bersifat secara kedaerahan, penuh fiksi, dan bukan berupa gagasan karena
melambangkan kehidupan jaman dahulu yang belum menggunakan ide revolusi (patuh
pada suatu acuan) tetapi mengandung amanat yang mendasar bagi kehidupan
Contoh puisi
Bahasa Jawa lama adalah pupuh. Pupuh adalah puisi Bahasa Jawa yang mengandung
cerita klasik, legenda, ataupun peristiwa. Yang termasuk pupuh adalah
pupuh pucung, durma, sinom, pangkur, smarandhana,
dandang, ginada, dan demung
pada lingsa, pada dan carik.
Contoh Puisi Lama Bahasa
Jawa :
Pupuh Pucung
Lutung buntung luncat kana tunggul gintung
Monyet loreng leupas
Luncat kana pager dengdek
Bajing kuning jaralang belang buntutna
Hayu batur urang diajar sing suhud
Ulah lalawora
Bisi engke henteu naek
Batur seuri urang sumegruk nalangsa
Guru Wilangan dan Guru Lagu : 12-u, 6-a, 8-é/o,
12-a
Pupuh Sinom
Warna-warna lauk empang
Aya nu sami jeung pingping
Pagulung patumpang-tumpang
Ratna Rengganis ninggali
Warnaning lauk cai
Lalawak pating suruwuk
Sepat pating karocepat
Julung-julung ngajalingjing
Sisi balong balingbing, sisi balungbang
Harta pada nareangan
Harti pada ngararungsi
Sabab duanana guna
Harti bisa mere bukti
Harta pon kitu deui
Bisa ngabul nu dimaksud
Nedunan sakahayang
Tapi harta gampang leungit
Munguharti mangpaat dunya akherat
Guru Wilangan dan Guru Lagu : 8-a, 8-i, 8-a,
8-i, 7-i, 8-u, 7-a, 8-i, 12-a
Diambil dari
https://valentyono.wordpress.com
Dari kedua Pupuh di atas dapat kita lihat bagaimana
kiasnya bahasa yang digunakan serta masih banyak bahasa Jawa Kuno yang
digunakan. Sebenarnya Pupuh mengandung amanat yang tersimpan di tiap larik
bahkan tiap kata (tembung – nya). Oleh karena di dalam kiasan – kiasan tersebut
terdapat suatu arti kata yang sangat luas dan mencakup banyak hal. Tiap larik
saling bersambung dan menghasilkan amanat dan nilai yang dapat dipetik
o
Puisi Bahasa Jawa Baru (Gagrag Anyar)
Ciri
– cirinya :
-
Tidak
terikat guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu.
-
Lebih
mengutamakan hal – hal yang bersifat baik, konstruktif, dan memberi nasihat.
-
Kebanyakan
menggunakan bahasa sehari - hari
-
Untuk
menambah keindahan pola bahasa hanya menggunakan sedikit purwakanthi.
-
Isi puisi
berupa pelajaran, protes, gagasan, dan ide.
Contohnya :
A – i – u – e – o
Karya Toro Kaes, diambil dari Majalah
Panjebar Semangat Edisi 6 tahun 2015
A – i – u – e – o
Aranmu mumbul ing taman kuthagara
Nganti rowang ngarah kuwasa
Ila – ila wong tuwa koksingur lali
Sapa katon koktandhingi
Methengkereng ngajak udur
Ati mberrgudul, cumplung isi watu
Endah – endah pantesa pikir saujah solahe
Ora wurung akeh sing mlongo
A – i – u – e – o gampag kokucap
Larasmu sarwa miring
Kowe isih puguh
E lae, thole
Aja glela – glelo mung angon kebo
Crita Winih
Karya Triman Laksana, diambil dari Majalah
Panjebar Semangat Edisi 5 tahun 2015
Cepet !
Enggal tuwuh kang tinanem
Supaya gawe ati dadi ayem
Kanggo nyebar kabar
Menawa bumi kinasih
Tetep dadi dealane ngaurip
Cepet !
Enggal jumedhul gegodhongan
Kareben kabeh bisa disapih
Minangka jangkah sikil
Tetep nyangga rasa mongkog
Senajan sawah tansah karoban manungsa
Cepet !
Enggal dadi karep
Bisa madhangi jagat
Ginelar ing ngarep dalan rasa
Nyapih tekane dewi sri
Kasunyatan mung dadi impen
Sing Ilang Ben Ilang
Karya Iswahyudi, diambil dari Majalah
Panjebar Semanga Edisi 44 tahun 2014
Saupama ngerti isine atiku ...
ra bakalan kowe ngilang
kaya pedhut kang kasaput srengenge
kaya bun netes siya – siya ing lemah garing
nambah eluhku krasa nelesi pipiku ...
Kabeh wes ora kena digetuni,
sebab jodho, rejeki, lan pati ...
wis digarisake dening Gusti Kang Maha Kuwasa
Sing ilang ben ilang ...
nyangking sakcuil gelaning atiku
ben lebur katut miline banyu
banter nglenyer menyang segara
ra bakal dak gayuh maneh
cukup sakmene kanggo riwayat
kanggo saksine lelakon urip,
kowe lan aku kudu nrima – legawa
Dari ketiga puisi di atas dapat diperjelas bahwa
bahasa yang digunakan rata – rata bahasa Jawa sehari – hari. Dan puisi – puisi
tersebut juga tidak terikat pada guru gatra, guru wilangan dan guru lagu.
Bahasa konotasi yang digunakan tidak sebanyak Gagrag Lawas karena hanya sebagai
penambah keindahan pola bahasa. Pada masa modern ini sering dijumpai Gagrag
Anyar karena sesuai dengan kondisi masing – masing. Bayangkan, dulu Gagrag
Lawas marak dijumpai di era kerajaan masa lampau yang masih menggunakan dan
memegang erat sastra lama karena banyak nilai budaya dan adi luhung yang harus
dipertahankan dari bangsa asing dan mengembangkan pola bahasa yang konotatif
tapi penuh arti. Terbukti zaman dahulu tiap orang berbicara dengan nada – nada
yang indah semacam syair. Hingga saat ini tibalah perkembangan itu yang membuat
puisi semakin sederhana karena hanya sebagai mempertahankan adi luhung dan
menyesuaikan dengan era modernisasi yang lebih sederhana dan maju.
Baik kawan, kali ini Angga akan memberi tips yang
menyenangkan untuk dapat membuat Gagrag Anyar :
·
Tentukan tema,
gagasan, dan ide untuk dijadikan puisi. Langkah termudah adalah melihat
lingkungan sekitar kita dan memilih hal yang akan dijadikan puisi
·
Tentukan
judul yang tepat untuk objek puisi
·
Pikirkan
deskripsi/wacana tentang hal tersebut secara runtut
·
Pikirkan
baik – baik pada langkah ini, karena jika sudah menentukan, maka pilih larik
yang akan ditekankan. Selanjutnya gunakan kata – kata konotasi tiap larik
sebisa mungkin. Hampir sama dengan puisi bahasa Indonesia, namun dalam Bahasa
Jawa juga meliputi unsur perumpamaan. Dalam Bahasa Jawa sendiri terdapat banyak
kata/kalimat kiasan, seperti bebasan, tembung entar, purwakanthi, pralambang, dan
masih banyak lagi.
·
Namun bukan
berarti dalam puisi tidak mengandung kata denotatif sama sekali, tetapi
konotatif lenih dominan daripada denotatif. Maka apabila tidak memungkinkan
semua larik memakai konotasi, maka pakailah kata denotasi
·
Usahakan
puisi yang dibuat memiliki amanat yang benar – benar memiliki manfaat, tidak
perlu membuat puisi yang banyak konotasinya tetapi amanatnya kurang berarti
(bermanfaat). Lebih baik puisi yang konotasinya hampir sebanding dengan
denotasinya namun memiliki amanat yang berarti karena amant inilah hal yang
ditunggu – tunggu oleh pembaca. Amanat diasumsikan pembaca sebagai pesan yang
ingin disampaikan pengarang. Oleh karena itu, pikirkanlah puisi tersebut untuk
menghasilkan amanat yang berarti.
·
Jika semua
langkah sekiranya sudah diusahakan sebaik mungkin, maka jadilah puisi karya
anda
Sedangkan teknik membaca geguritan adalah berikut :
- Perhatikan komponen - komponen penting, seperti intonasi, pelafalan, dan penjedaan. Setidaknya sudah direncanakan.
- Membaca dengan percaya diri
- Dalam membaca geguritan, dikenal adanya ilmu cengkok, yaitu suara yang sedikit melengkung ke nada atas atau bawah, terdapat dalam syair atau langgem - langgem Jawa.
Sedangkan teknik membaca geguritan adalah berikut :
- Perhatikan komponen - komponen penting, seperti intonasi, pelafalan, dan penjedaan. Setidaknya sudah direncanakan.
- Membaca dengan percaya diri
- Dalam membaca geguritan, dikenal adanya ilmu cengkok, yaitu suara yang sedikit melengkung ke nada atas atau bawah, terdapat dalam syair atau langgem - langgem Jawa.
- Teruslah berlatih untuk mengarang dan membaca geguritan -
Buku
Karya
Airlangga Ario Pamungkas
Buku ...
Wasanamu dadi paedah
Kanggo sakethi manungsa
Ujudmu mung bendelan dluwang
Nanging ilmumu ...
Kayata lampu ing dalan uripku
Kang mbantu anggonku mlampahi urip
Tanpa ilmumu ...
Anggonku urip ora karuan
Mokal anane kemakmuran
Endi sing trep endi sing luput
Sapa salah bakal seleh
Ilmu kayata dalan
Tinuju langit kesuksesan
Ing tengah kaluputan
Ayo prakanca
Sapa sing pingin pinter
Bebarengan maca buku
Sapa nanem bakal ngundhuh
Skywalker 👍
BalasHapus